Monday, December 12, 2005

My Old school....



Beberapa waktu lalu, saya kembali bertemu dengan beberapa teman saya sewaktu saya kuliah dulu. Dari setiap pembicaraan, selalu saja yang di bincangkan itu-itu saja, namun anehnya tetap saja kita semua tergelak terbahak mengingat setiap kebodohan, ketololan dan kesalahan akan hidup yang pernah kita buat dahulu ( Bukankah hal yang paling agung sebagai mahkluk yang tak lepas dari rasa khilaf ini adalah di mana kita mampu menertawakan dan menelanjangi setiap kebodohan-kebodohan yang pernah kita lakukan).
Its almost 10 years ago...semua kebodohan-kebodohan itu masih saja terbekas. Kalau dahulu saya mengamati tiap teman-teman saya masih terbungkus ke-naif-an hidup, idealis yang tinggi, semangat muda dan emosional yang membakar-bakar. Namaun setelah 10 tahun berlangsung, wajah-wajah itu masih saja sama, hanya saja pembungkusnya yang berbeda, dan terbungkus takdir yang berbeda-beda pula. Ada yang melesat jauh, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada juga yang jauh tertinggal.
Entah mengapa, kok saya jadi merasa "Apa yang dah saya lakukan yah?". Selama hampir 10 tahun ini, dan saya tidak berfikir untuk mebanding-bandingkan dengan teman-teman saya yang lain mengenai arti dari kesuksesan hidup. Namun lebih ke arah 'Apa yang dah saya terima adalah lebih dari yang seharusnya patut saya terima, dan saya masih saja mengeluhkan hal itu terus'. Karena saya percaya tiap manusia menjalani takdirnya masing-masing, dan masalah pembungkus hidup dan 'kesejahteraan' lebih tertuju dari bagaimana kita melihat sisi hidup kita dengan cara yang berbeda, bukan dengan memakai 'material' sebagai parameter-nya. Namun jujur, sering kali saya merasa 'sedikit iri', dan sempat juga terucap bahasa yang "tak puas diri' ketika berbincang ke teman kuliah saya yang lainya, "Wah asik yah, secara financial dan career dia melesat jauh. Padahal dulu nilai akademik kita sama-sama aja yah", atau di lain pihak " Kenapa dia bisa yah....kok saya mandek".

Dan kawan saya itu bilang , "Hussss...ora ilok, ngukur dari segi materi. Kamu seharusnya bersyukur, kamu masih bisa menikmati hidup, meskipun tidak senikmat dia sih, tapi kamu masih jauh beruntung loh. Hidup tidak hanya sekedar melihat dari sudut materi saja, ada yang lebih hakiki dari itu. Bagaiman kamu menerima keadaan dan takdir kamu tanpa harus mengeluh dan terus berusaha. Iku sing penting cak". Dan saya terdiam sambil membenarkan tiap ucapanya. Dan teman saya yang mengtakan itu, sekarang ini kalau boleh di bilang sama dengan saya secara materi dan career. Dan saya melihat dia begitu enjoy dengan apa yang dia punya sekarang. "Mimpi memang nikmat Rud, namun kita sama saja meminum air garam, tidak akan pernah terpuaskan jika kita terus mendongak ke arah atas, dan melihat kesuksesan orang lain serta membandingkan dan mengeluhkan dengan kondisi kita. Pandanglah hidup kamu dengan cara yang sedikit berbeda...dengan menerima ikhlas bahwa tiap manusia di takdirkan berbeda-beda, baik scera rejeki juga. Selama kamu bersyukur atas apa yang sudah kamu capai dan terima, aku yakin kamu akan menikmati tiap detiknya hidup ini...bahwa kamu hidup"

Malam hampir larut, dan saya pamit pulang. Dalam perjalanan pulang masih teringat gelegar tawa, gelak dan wajah satu satu dari teman teman saya. Ada kerinduan khusus akan masa-masa remaja dulu. Dan mereka mengingatkan saya bahwa waktu sang pelahap usia, dan mereka juga menyadarkan saya untuk kembali melihat 'siapa saya' dahulu. Dan senyum itu masih membekas....serta ucapan salah seorang teman saya...."Selama kamu bersyukur atas apa yang sudah kamu capai dan terima, aku yakin kamu akan menikmati tiap detiknya hidup ini...bahwa kamu hidup"

"Gank Wedush" September 1995

0 comments:

Baca tulisan cinta berikutnya :



Widget by Hoctro
ditambahkan oleh koeaing!

Sapa Cinta


View My Stats

Gulungan film Favorit Rudy

Sabar lagi loading...
Sabar lagi loading...

Tak temukan cinta disini ? Kenapa tidak mencoba mesin cinta yang ini :

Google