Wednesday, March 11, 2009

cinta prit

Prita, 27 tahun, single dan bekerja sebagia Personal wedding Organizer. Jauh sebelum ia berkecimpung dengan pekerjaan nya ini, ia sudah memimpikan kalau ia akan membuat sebuah konsep pernikahanya yang jauh dari orang kebanyakan. Akan tetapi, ironisnya satu persatu ide dan konsep menggelar pernikahanya itu, justru ia kembangkan ke semua pasangan yang membutuhkan jasanya. Hingga suatu ketika ia berharap ia akan memiliki konsep itu untuk dirinya sendiri, setelah 100 pernikahan yang sudah ia tangani.
Namun semua itu hanya angan belaka, karena meskipun tinggal 1 pernikahan menuju yang ke 100 pun, ia tetap saja belum menemukan calon yang bisa ia ajak untuk menikah.
Hingga suatu ketika....
Kring....kring...kring...
"Selamat pagi, dengan Prita Dharmawan"
"Mbak, saya butuh Wedding advisor dan Orginizer "
Ini lah 100 pernikahan yang siap ia kerjakan.
***
Namanya Dimas, seorang lelaki berusia 30 tahun, tmenarik, tampan dan lebih anehnya ia datang bukan atas nama dirinya akan tetapi atas nama Kakak nya, Dany.Ia datang untuk meminta bantuan Prita sebagai wedding organizer pesta pernikahan kakaknya yang sekarang ini sedang menyelesaikan master di Amerika.
Pertemuan mereka yang di awali ke anehan itu ternyata membawa simpati kepada Prita, bagaimana tidak, ada seorang adik yang rela di repotkan oleh pernikahan kakaknya, dan memang Dimas sangat mencintai kakak nya itu. Mungkin karena sejak kecil selepas ayah mereka tiada, Dany yang selalu mengurus dirinya dsan ibunya.
Setelah beberapa kali kali pertemuan, ternyata diam-diam Prita tertarik dengan Dhimas. Dimas dengan tatapan teduhnya, dan suara baritone nya yang sangat khas itu terdengar begitu menyenangkan. Ia begitu terkesima setiap kali sehabis tertawa karena ocehan atau lawakanya, pasti Dimas akan segera terbatuk-batuk. Dan entah mengapa, Prita begitu mudah untuk menyukai Dimas, sangat sederhana untuk bisa menyukainya. Namun angan itu ia tepis dengan segera, karena ia berfikir apakah ini hanya sekedar angan yang kelamamaan menanti datangnya seseorang yang akan merengkuh impinya saja. Di samping itu, ia pun harus bersikap professional. Akan tetapi setiap pertemuan mendatangkan suasana baru buat Prita, ada hal yang makin ingin ia tahu dari sesosok Dimas.
***
Suatu ketika ketika ia ada janji untuk kembali bertemu dengan Dimas, dan lama ia menunggu di suatu café, hingga tak terasa malam beranjak tiba. Namun Dimas tak kunjung datang. Jauh di lubuk hati Prita, ia sangat menantikan tiap pertemuan dengan Dimas, sama halnya dengan kali ini, Prita berdandan secantik mungkin.
Sampai akhirnya ketika ia memutuskan untuk tidak lagi menunggu Dimas lebih lama, tiba-tiba Dimas datang dengan keadaan mabuk.Di sana ia mendengar ocehan Dimas yang ternyata dia mencintai calon kakak iparnya itu. Prita Shock bukan main. Namun dalam kegamngan nya itu, Prita tetap mampu mendegrakan setiap celoteh yang keluar dari mulut yang berbau alkhol itu. Ia mendengar bagaimana Dimas di minta oleh ibunya untuk menjaga Lana, kekasih kakaknya yang mengambil kuliah di universitas yang sama dengan nya di Australia. Awalnya tidak ada ketertarikan antara mereka, namun kedekatan mereka lambat laun menimbulkan rasa saling membutuhkan, memiliki dan mencintai satu sama lainya. Dimas pun berkata sejujurnya ia tak mau terlibat dalam hal ini, ia teringat akan kakaknya, dan tugas dia hanyalah menemani dan melindungi, bukan mencintai dan mengambil apa yang bukan ia miliki.
Kata-kata itu juga yang terngiang di dalam pikiran Prita, “tugas dia hanyalah menemani dan melindungi, bukan mencintai dan mengambil apa yang bukan ia miliki”.
***
Prita terdiam di ruang kerjanya, pikiranya tak tak fokus, diam diam dalam kegamangnya, ia menuliskan sesuatu di dalam secarik kertas, sebuah puisi bait “Untuk seratus kali pesta ia menebar bahagia, namun bukan buat dirinya. Untuk 100 ucapan selamat ia menuai doa, tapi bukan untuk dirinya, dan untuk 100 mimpi ia menggelar dengan khidmat, tapi bukan untuk dirinya…karena ia hanya butuh satu, satu yang kini pun jauh dari genggamanya…..”.
Tiba-tiba Dimas datang, dengan gerakan secepat kilat ia meremas kertas yang ia coret coret itu. Dimas tersenyum tulus, ahh senyum yang begitu menggoda pikir Prita. Dimas bercerita kalau ia semalam tak tahu di mana dan apa saja yang ia lakukan, yang hanya ia ingat adalah ia datang menemui Prita. Untuk itu ia meminta maaf, atas kejadian semalam yang membuat Prita menunggu.
***
Malam ini, sehabis melakukan kegiatan hal persiapan pernikahan kelar, Dimas mengajak Prita untuk menemaninya makan malam. Di sana kembali Dimas berkelakar tentang kelucuan dan tingkah polah Dany. Cara bertuturnya begitu menarik, begitu bersemangat seperti halnya nyala kembang api. Akan tetapi ada saat di mana ia nampak menyeruput Papermint Tea nya terlebih dahulu ketika ia harus menceritakan kisah percintaan Lana, calon kakak iparnya dengan Dany, seolah ia mencoba mengumpulkan sebuah keberanian di sana.
“Kamu sama seperti Lana, selalu siap memberi telinga untuk mendengar saya. Karena memang hanya itu yang saya butuhkan”, dan ucapanya itu mampu membuat rona wajah Prita memerah.
“Saya terbiasa untuk selalu mendengar, karena hanya itu yang bisa saya perbuat. Dahulu ketika saya banyak meminta, malah itu justru membuat saya tak nyaman. Sama seperti kamu, saya butuh untuk mendengar” jawab Prita halus sambil memandang lekat ke arah Dany yang sibuk membenamkan dirinya pada secangkir Papermint Tea nya.
***
Hari pernikahan semakin dekat, suatu ketika Dimas menelpon Prita untuk mengambil cicncin kawin pesanan Dany, nampak Dimas begitu tak bersemangat. Justru Dimas mengajak Prita ke suatu tempat.Di sana Dimas menceritakan sebuah cerita yang Prita pernah dengar ketika Dimas mabuk. Di sana mereka hanya duduk terdiam. Tapi mata mereka seolah menguntai mantra.
“Bimbang menyelimuti takdirku, apa ini yang harus aku raih, atau aku kubur selamanya"
"Biarkan busur itu melepas ringan, karena ia tahu kemana harus tertancapkan"
"Aku bimbang....karena tak memiliki keberanian untuk memilih"
"Aku ragu...karena bintang itu teramat benderang untuk ku raih"

“Jika memang kamu mencintainya, kejar, dan raihlah dia. Mungkin di ujung sana ia juga tengah menanti kamu untuk melakukan hal seperti itu”, suara Prita pun terlontar perlahan dari mulutnya, begitu mencekat urat nadi tenggorokanya.
Dimas menatap lekat ke arah Prita, seolah menyetujui apa yang baru saja di bicarakan Prita.
“Tapi, dia itu calon istri kakak aku Prita?”.
Prita hanya mengangguk pelan.
”Tak ada yang salah dengan Cinta, apapun nanti kejadianya, ungkapakn apa yang ingin kamu ungkapkan. Cinta ingin di dengar, masalah kamu memiliki dan di miliki adalah cerita lain dari sebuah cinta. Cinta butuh kejujuran”.
Dimas terdiam, seolah ia mendengar suara prita begitu indah, seolah ia melihat Prita bukan seperti Prita yang ia temui kemarin-kemarin. Kali ini Prita benar-benar nyata untuk mendengar dan di lihat.
“Pergilah, sebelum semuanya belum serumit seperti sekarang. Dimas pun pergi, dan prita hanya melihat Dimas semakin menjauh dan menjauh dari penglihatanya hingga hilang sama sekali dari hadapanya.
Tak sadar air mata Prita menetes perlahan. Mimpi dan doa nya tak akan pernah terjadi, ia memberikan solusi nyata mengenai cinta. Ia berani beraninya berkata cinta itu butuh kejujuran, padahal dirinya sendiri sama halnya dengan pengecut lainya, yang hanya mampu memendam rasa cinta tanpa bisa jujur.
***
Dalam ruang kerja nya, prita berusaha melupakan apa yang belakangan ini telah terjadi dengan dirinya. Ia menyibukan diri dengan setumpuk pekerjaanya. Ia hanya berfikir, mungkin kali ini Dimas tengah mengejar mimpi dan cintanya bersama Lana.
***
Kereta ini akan segera membawa dirinya berjarak ribuan kilo meter dari temptanya berdiri sekarang. Meninggalkan untuk sejenak apa yang memang harus tertinggal. Tiba tiba seorang anak kecil memberikan secarik amplop kepada Prita, tanpa nama tanpa apa-apa. Ia kebingungan mendapati itu dan anak kecil itu berlari menjauh sebelum sempat ia tanya siapa yang memberikan amplop itu.
Prita membuka amplop tersebut dan isinya adalah secarik kertas lusuh yang dulu pernah ia coret...
“Untuk seratus kali pesta ia menebar bahagia, namun bukan buat dirinya. Untuk 100 ucapan selamat ia menuai doa, tapi bukan untuk dirinya, dan untuk 100 mimpi ia menggelar dengan khidmat, tapi bukan untuk dirinya…karena ia hanya butuh satu, satu yang kini pun jauh dari genggamanya…..”.
Dan di bagian akhir dari surat itu, ada satu kalimat tambahan yang jelas bukan tulisan tanganya.
“Satu orang itu berterima kasih untuk sebuah pelajaran cinta. Kadang Cinta juga ingin di dengar walau ia tak terucap. Aku sudah jujur terhadap cintaku, namun kejujuran tidak selalu harus saling memiliki, karena ada jiwa lain yang tengah menanti sebuah cinta yang terlantun untuk di miliki. Dan satu orang itu...aku” –Dimas-.
Selesai membaca surat itu, Prita di kagetkan oleh suara batuk yang memang ia ingin sekali dengar saat ini, dan begitu ia menoleh ke arah belakang, Dimas telah ada di hadapanya, begitu nyata.

Baca tulisan cinta berikutnya :



Widget by Hoctro
ditambahkan oleh koeaing!

Sapa Cinta


View My Stats

Gulungan film Favorit Rudy

Sabar lagi loading...
Sabar lagi loading...

Tak temukan cinta disini ? Kenapa tidak mencoba mesin cinta yang ini :

Google