Langit makin menghitam, seolah butiran air langit siap menumpahkan sedu sedan nya
“Tolong, jangan menangis lagi. Aku juga sama seperti kamu…Terluka”
Dan ia masih saja menitikan air mata, meski tak bersuara sedikitpun.
“Ku mohon...diam sejenak!”Pintanya lirih
Dalam linang air matanya, ia menyulut sebatang rokok ke mulutnya. Menghisap sedalam dalamnya dan mengepulkan asap itu keluar, lepas bersama beban yang sedari tadi terpendam.
“Mungkin ini yang di namakan takdir..”, akhirnya suara itu muncul di antara kering air matanya.
“Takdir yang membawa kita bertemu, dan akhirnya takdir itu pula yang membawa kita untuk seolah tidak pernah bertemu lagi”, lanjutnya lirih sambil mengelurakan kepulan asap nikotin dari paru parunya.
“Ini karena memang sudah saatnya, bukan takdir yang memilih kita, tapi kita, aku yang memilih untuk masuk kedalam perangkap semu hidup dan mengkaitkan dengan menyebut takdir”aku pun kembali bersuara
Dan kembali terdiam, hening. Bahkan detak jantung pun seolah terdengar berdegup berlari bersama sang waktu yang telah merampas ganas sebuah rasa yang biasa ia sebut kenangan.
Matanya menatap ke arahku, tapi itu bukan sebuah tatapan benci atau hina. Tatapan kosong…
Deru ini terasa menyesak, mengambil separuh nafasku…..
Kiranya malaikat sedang asyik mengasah pisau hidupnya untuk segera di tancapkan tepat ke ulu hati ini.
***
“Mengapa…?”
“Aku tak tahu”
“Kenapa kamu harus pergi dengan cara ini?”
“Karena ini adalah salah satunya cara untuk bisa pergi”
“Denagn mencoba untuk menyakiti aku?”
“Bukan untuk menyakiti, namun untuk mencari alasan”
“Iya, Alasan untuk berpaling dari aku kan???” suaranya agak sedikit meninggi.
Aku diam….
“Alasan untuk tidak menyakitimu lebih jauh lagi”, ujarku.
“Aku tahu sejak awal….hanya saja aku tahan, kupikir kamu akan berfikir ulang untuk itu”
“Kenapa kamu tidak menahan sejak dulu?”
“Ku pikir kamu bisa merasakan sinyal itu”
“Bahwa kamu tidak ingin aku pergi???”
“Bukan….”
“Bukan??”
“Kupikir aku bisa memahami sedikit tentang kamu”
“memahami ?”
“Memahami bahwa memang selayaknya kamu mendapatkan kebahagian yang lebih dari aku”
Tersentak aku berfikir ulang, merajut kembali sisa kenangan bersamanya. Aku terkejut dengan pernyataanya.
“Tapi aku tak sanggup…..untuk bisa berjalan seoarang diri”
Ku tatap wajahnya. Ia menunduk, dadanya berguncang menahan tangis.
“Aku tahu ini tak akan mudah untuk aku, untuk kamu..untuk kita” lanjutnya terisak.
Ku langkahkan kakiku, selangkah lebih dekat denganya.
“Tolong….tetap berada di sana”, pintanya seolah tahu aku ingin mencoba mendekap dirinya.
***
Hujanpun akhirnya meretas di gelap malam ini. Ia seolah berbahasa, seolah iangitpun tengah menangis terisak.
Dan aku masih satu langkah tepat di hadapnya, tak bergeming.
“Mungkin ia memang layak untuk mu…maafkan aku”
“Untuk apa?”
“Untuk membuat semua ini tak seperti yang kamu impikan”
Kembali aku tersentak….
“Dan inikah yang biasa di sebut sebagai pencuri waktu…
seperti berjumpa namun tak ada bedanya dengan berpisah…”
Dan kini bukan aku yang melangkahkan kakinya, mendekat ke arahku, dan berdiri hanya beberapa milimeter saja dari hadapanku.
Wajahnya dan wajahku saling bertatapan. Ada sejumlah kelu di ujung bola matanya, tertutup kabut kelam, tanpa setitik cahayapun.
Kudapati sebuah tatapan yang sama, seperti dahulu aku pernah dapatkan…
Sebuah perasaan tak tertebak, menyentak dan mengejutkan.
Sebuah perasaan yang mengingatkan aku saat pertama kali kita bercinta dengannya.
Dengan lembut ia merangkul tubuhku. Erat….hingga nafsanya pun terdengar menderu di telingaku. Namun kali ini bukan deru nafas amarah atau kebencian….nafasnya sangat teratur, berdinamika seperti sebuah nyanyian cinta.
Nafas yang seolah bercerita….
Apa yang kupikir sulit untuk di lepas, kini seolah mengalun damai….
Menyublim di tiap pembuluh darah
Menguap di setiap pori pori kulit…..begitu ringan
Dan perlahan, ku sapa erat dekapanya…
Lepaskan….tanpa harus terdorong,
Membuka tanpa harus di rusak….
Menjauh tanpa harus terpisah…
Peluk ini terasa begitu damai….begitu nikmat…dan indah.
Seolah ini bukanlah peluk perpisahan, melainkan peluk selamat datang.
Jika jiwa adalah melodi, maka cinta adalah raganya…
Pergilah bersama dengan mimpimu wahai bintang utaraku…..
Saat kau lepaskan aku dengan segenap keikhlasan jiwa, itu adalah wujud cinta mu yang tak terperi
Ya, meski berat, aku akan kembali berjalan di setapak kecil langkahku…tanpa harus ada kamu.
Tanpa harus ada aku..kita…karena kamu sudah teramat istimewa tanpa harus ada aku
Aku sangat mencintaimu….
Aku mencintaimu lebih dari yang kamu bayangkan….
Hyde Park,
Summer, 210806
Tuesday, February 24, 2009
melepasmu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Sapa Cinta
Gulungan film Favorit Rudy
Sabar lagi loading...
Ahmadenijad
|
Pramudya Ananta Toer
|
Life is beautiful
|
Children of heaven
|
Jerry Maguire
|
Jalaludin Rumi
|
Poem Reading
|
Sabar lagi loading...
0 comments:
Post a Comment